Yogyakarta — Fenomena penggunaan bendera anime One Piece sebagai simbol sosial tengah menjadi perbincangan hangat di ruang digital Indonesia. Menanggapi hal ini, Pakar Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Fajar Junaedi, memberikan analisis kritis terhadap makna simbolik di balik tren tersebut.
Dosen Ilmu Komunikasi, Fajarjun ini menyebut bahwa anime One Piece mengandung banyak elemen semiotika yang sarat akan tema-tema besar seperti kerja keras, kemenangan, dan persahabatan.
“One Piece adalah manga shōnen yang berarti manga yang ditujukan untuk remaja pria, sebenarnya telah lama beredar. Dalam konteks semiotika, bisa dilihat dengan memulai dari tema utamanya: kerja keras, kemenangan, dan persahabatan,” papar Fajarjun pada Senin (4/8).
Menurutnya, karakter-karakter dalam One Piece merepresentasikan nilai-nilai positif, sementara para antagonis mencerminkan oposisi biner terhadap nilai tersebut. Dari sinilah pertempuran dalam serial One Piece bukan hanya sekadar aksi, tetapi membawa pesan ideologis yang dalam.
“Pertempuran ideologis ini menegaskan lagi bahwa nilai-nilai tokoh utama adalah yang terbaik dalam arena pertarungan yang dalam manga sebagai bagian dari budaya populer,”jelasnya.
Representasi Visual dan Ideologi Politik dalam One Piece
Fajarjun juga menyoroti aspek visual seperti desain karakter, pakaian, dan simbol-simbol dalam One Piece sebagai bagian penting dalam membentuk pesan budaya.
“Dalam hal politik representasi karakter dan ideologi dalam One Piece menunjukkan pemaknaan semiotika di secondary signification dimana karakter dirancang secara semiotik untuk mewakili nilai-nilai dan konflik sosial yang lebih luas,” imbuhnya.
Ia merujuk pada penelitian Thomas Zoth (2011) berjudul The Politics of One Piece: Political Critique in Oda’s Water Seven. Dalam kajian tersebut, Zoth menjelaskan bahwa arc Water Seven dalam One Piece mengeksplorasi relasi antara individu dan negara, khususnya isu seputar keamanan nasional dan hak individu.
“Narasi tersebut menyiratkan bahwa mengorbankan hak individu demi peningkatan keamanan yang dirasakan tidak dapat diterima, dan memberikan perhatian pada sikap kritis terhadap isu-isu politik,” terang Fajarjun.
Bendera One Piece dan Aktivisme Sosial di Indonesia
Mengomentari tren penggunaan bendera One Piece dalam konteks sosial Indonesia, Fajarjun menilai bahwa simbol tersebut kini bertransformasi menjadi bagian dari aktivisme sosial digital.
Menurutnya, mengacu pada teori sosiolog Alberto Melucci, setiap gerakan sosial memerlukan simbol pemersatu. Dalam konteks ini, bendera One Piece menjadi identitas kolektif yang merepresentasikan suara perlawanan atau resistensi terhadap situasi sosial tertentu.
“Ini terlihat dengan warganet yang menggunakan bendera One Piece di status media sosial, profil media sosial, membagikan di media sosial, dan bahkan mendiskusikannya di media sosial,” katanya.
Ia menambahkan, respon dari media massa dan pejabat pemerintah yang kurang memahami konteks budaya populer justru sering kali kontraproduktif dan memperbesar eskalasi isu di tengah masyarakat.
“Setelahnya media massa menjadikannya berita, lengkap dengan komentar para pejabat yang acapkali justru malah kontraproduktif bagi pemerintah karena ketidak pahaman,” pungkas Fajarjun.