Kota Jantho, 28 September 2025 – Masyarakat Gampong Sukatani, Kecamatan Kota Jantho, Aceh Besar, melakukan aksi penyegelan kantor keuchik. Tindakan ini sebagai bentuk protes keras terhadap mantan keuchik yang diduga tidak melakukan kewajiban pertanggungjawaban dana desa dan aset gampong sejak tahun 2019 hingga masa jabatannya berakhir pada 17 September 2025.
Sebelum penyegelan, warga mengaku telah berulang kali meminta pertanggungjawaban melalui komunikasi langsung dengan keuchik dan Tuha Peut, bahkan lewat grup WhatsApp gampong. Namun, mantan keuchik tidak memberikan jawaban memadai. “Sikap tidak kooperatif ini jelas bentuk pelepasan tanggung jawab,” ujar salah seorang warga.
Masyarakat juga sudah melayangkan surat pengaduan resmi kepada Camat Kota Jantho. Menanggapi hal itu, camat memanggil mantan keuchik, perangkat gampong, serta Tuha Peut untuk dimintai klarifikasi. Hasil pertemuan justru mengecewakan, karena pertanggungjawaban Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Gampong dan laporan aset baru dijanjikan setelah Pilchiksung.
Bagi warga, janji tersebut dianggap tidak sah. “Masa jabatan keuchik sudah berakhir pada 17 September 2025. Pertanggungjawaban wajib dilakukan sebelum masa jabatan selesai, bukan ditunda sampai setelah Pilchiksung. Ini jelas menyalahi aturan dan mengabaikan hak masyarakat,” tegas warga.
Dasar hukum juga menguatkan tuntutan warga. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf f menegaskan kepala desa wajib melaksanakan transparansi dan akuntabilitas. Pasal 27 UU Desa mewajibkan laporan setiap akhir tahun anggaran dan akhir masa jabatan. Permendagri No. 46 Tahun 2016 Pasal 10–11 juga mewajibkan laporan kepada masyarakat. Bahkan, Qanun Aceh tentang Pemerintahan Gampong mengatur rapat umum pertanggungjawaban.
Lebih jauh, warga menyoroti keberadaan aset gampong yang dinilai tidak jelas. “Gampong Sukatani punya rumah sewa, ternak lembu, mesin, dan aset lainnya. Tapi sampai hari ini kami tidak pernah tahu berapa jumlah yang tersisa, ke mana hasilnya digunakan, dan bagaimana pengelolaannya. Semuanya gelap tanpa laporan,” ungkap warga.
Selain itu, keterlibatan mantan keuchik sebagai tim sukses salah satu calon keuchik menambah kecurigaan. Warga menduga dana desa dan aset gampong berpotensi dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang Pilchiksung.
Dalam pernyataan resmi, masyarakat menegaskan tiga sikap:
Menolak pelaksanaan Pilchiksung sebelum ada rapat umum pertanggungjawaban dana desa dan aset gampong.
Menuntut Tuha Peut menjalankan fungsi pengawasan dengan benar, bukan menunda rapat dengan alasan teknis.
Meminta transparansi penuh atas penggunaan dana desa dan aset sejak 2019 hingga akhir masa jabatan keuchik.
“Sudah enam tahun tidak ada laporan pertanggungjawaban, baik tahunan maupun akhir jabatan. Maka, jangan harap Pilchiksung berjalan sebelum keuchik lama mempertanggungjawabkan dana desa dan aset gampong di depan masyarakat,” tutup warga.