Banda Aceh – Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk. H. Faisal Ali dan Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan (PDIP) Aceh Drs. T. Sulaiman Badai, kompak menyuarakan agar pemerintah pusat segera melakukan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Desakan tersebut lahir dari keprihatinan terhadap kondisi ekonomi Aceh yang hingga kini belum menunjukkan pertumbuhan signifikan, meski sudah hampir dua dekade sejak berakhirnya konflik bersenjata dan tragedi tsunami 2004. Dibandingkan provinsi lain, Aceh masih tertinggal dalam berbagai indikator pembangunan.
Menurut Tgk. Faisal Ali, revisi UUPA bukan sekadar tuntutan administratif, melainkan kebutuhan strategis untuk menjaga keistimewaan Aceh serta memastikan Dana Otonomi Khusus (Otsus) tetap berlanjut.
“Dana Otsus adalah hak Aceh yang lahir dari perjanjian damai Helsinki. Tanpa revisi UUPA, keberlanjutan dana ini bisa terancam. Padahal, Otsus sangat penting bukan hanya untuk pembangunan ekonomi, tetapi juga untuk memastikan perdamaian abadi di Aceh,” ujarnya kepada media Opsipedia.id pada Kamis (12/9/2025).
Wakil Ketua DPD PDIP Aceh, Drs. T. Sulaiman Badai, menekankan bahwa revisi UUPA hanyalah salah satu dari banyak agenda besar yang harus diperjuangkan.
“Selain revisi UUPA, banyak juga hal lain yang harus diperhatikan seperti pengembalian tanah Lapangan Blang Padang yang merupakan tanah wakaf seorang ulama Aceh untuk kemakmuran Masjid Raya Baiturrahman, Pemerintah Aceh juga harus serius membenahi kualitas pendidikan, memperkuat pemahaman syariat Islam di masyarakat, dan yang tak kalah penting adalah membuka lapangan kerja bagi generasi muda Aceh,” ungkapnya.
Sulaiman menambahkan, perhatian terhadap isu-isu tersebut tidak boleh hanya datang dari pemerintah pusat. Pemerintah Aceh, baik gubernur maupun DPRA, juga harus menunjukkan komitmen nyata.
“Disamping perhatian pemerintah pusat, harus adanya perhatian dari Pemerintah Aceh baik itu Gubernur maupun DPRA,” tegasnya.
Keberadaan Dana Otsus menjadi tumpuan, tetapi efektivitas penggunaannya kerap dipertanyakan. Transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola dana tersebut menjadi isu penting yang harus diperkuat dalam revisi UUPA.
Dorongan dari ulama dan politisi ini menjadi pengingat bahwa UUPA bukan sekadar dokumen hukum, tetapi juga fondasi perdamaian dan pembangunan Aceh.
“Perhatian pemerintah pusat memang sangat kita butuhkan, tetapi jangan lupa pemerintah Aceh juga punya tanggung jawab. Revisi UUPA adalah amanah sejarah. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, kita khawatir momentum perdamaian dan pembangunan akan terbuang sia-sia,” pungkas Sulaiman
Desakan revisi UUPA mencerminkan harapan besar masyarakat Aceh agar masa depan daerah ini tidak lagi terjebak dalam bayang-bayang konflik atau bencana, melainkan dikenal sebagai wilayah yang damai, religius, dan sejahtera.
Dengan adanya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah Aceh, ulama, dan politisi, Aceh diyakini mampu bangkit menjadi provinsi yang tidak hanya menjaga identitas keistimewaannya, tetapi juga berdaya saing dalam pembangunan ekonomi nasional.